Pengadilan Filipina Perintahkan Pemulihan Izin Rappler – DW – 09.08.2024
  1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikFilipina

Pengadilan Filipina Perintahkan Pemulihan Izin Rappler

9 Agustus 2024

Pengadilan Banding Filipina menyatakan pemerintah bertindak tidak demokratis dalam mencabut izin situs berita Rappler di masa pemerintahan Duterte tahun 2018.

https://p.dw.com/p/4jHMI
Maria Ressa berbicara di Global Media Forum 2024 di Bonn
Maria Ressa berbicara di Global Media Forum (GMF) 2024 di BonnFoto: Ayse Tasci/DW

Pengadilan Banding Filipina telah memerintahkan regulator di negara tersebut untuk memulihkan izin situs berita Rappler, perusahaan tersebut mengumumkan melalui media sosial pada hari Jumat (9/8).

"Rappler telah memenangkan kasus terbesarnya sebagai sebuah perusahaan, karena Pengadilan Banding telah membatalkan perintah penutupan dari Komisi Sekuritas dan Bursa pada tahun 2018,” tulis mereka di X, sebelumnya Twitter.

Rappler saat itu memicu kemarahan Presiden Rodrigo Duterte karena mendokumentasikan penyalahgunaan kekuasaan, dan pembunuhan di luar proses hukum selama perang melawan narkoba yang dilakukan mantan pemimpin Filipina tersebut.

Putusan tahun 2018, serta keputusan tahun 2022 yang menguatkan putusan awal, menyatakan bahwa Rappler telah melanggar aturan tentang kepemilikan asing atas perusahaan media.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Ketika itu, pendiri Rappler dan peraih Nobel Maria Ressa menuduh pemerintah melakukan "taktik intimidasi” terhadap suara-suara kritis dan melanggar kebebasan pers.

Pembredelan 'tidak punya tempat di negara demokratis'

Dalam keputusan tertanggal 23 Juli 2024, Pengadilan Banding menulis, Komisi Sekuritas dan Bursa SEC menunjukkan "pembangkangan yang disengaja" terhadap konstitusi. Tindakan seperti itu "tidak punya tempat di negara demokratis," demikian laporan Rappler.

"Faktanya menunjukkan bahwa Rappler Holdings, dan lebih jauh lagi Rappler, saat ini sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh warga Filipina, sesuai dengan mandat Konstitusi," kata pengadilan.

Maria Ressa: 'We hold the line for our rights'

Maria Ressa, yang dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2021 bersama jurnalis Rusia Dmitry Muratov, juga telah mengajukan banding atas hukumannya pada tahun 2020 dalam kasus pencemaran nama baik dunia maya. Dia saat ini dalam status bebas dengan jaminan.

Dalam wawancara dengan DW September lalu, Maria Ressa mengatakan ada "peningkatan" dalam kebebasan pers di bawah penerus Duterte, Ferdinand Marcos Junior – dan Wakil Presidennya Sara Duterte, putri mantan presiden tersebut.

Namun dia juga menjelaskan, sejumlah jurnalis masih ditahan di penjara, sehingga "masih banyak yang harus dilakukan."

hp/as (rtr, afp)